Aku mengucek-ngucek mataku sambil
berusaha mengumpulkan kesadaranku. Meskipun hanya tertidur sepersekian menit,
tapi rasanya sudah cukup untuk menghilangkan kantukku. Karena saat ini, suara
familiar itu lagi-lagi sudah terdengar di telingaku. Ya, suara milik
Bee...siapa lagi?
“Ayooo...” Ajaknya lagi. Aku hanya
mengangguk, terbangun dari posisi dudukku lalu mengekor di belakangnya yang
sudah lebih dulu bergegas keluar dari bus.
“Eh, bee.” Cegahku yang langsung
menghentikan langkahnya. Dia berbalik badan, menatap penuh tanya ke arahku.
Lalu menyahut, “Ya?”
“Lupa ih. Dari tadi aku belum di kasih tiket
sama pak kondekturnya. Kamu udah?” Tanyaku memastikan.
“Udah..nih.” Ujarnya sembari
memperlihatkan tiket bus bertuliskan Tasik-Jogja miliknya.
“Yaaa, gimana dong?” Keluhku.
“Nah loh..gimana ayo, ga bakalan dia
kasih loh..” Ucapnya yang malah membuatku semakin cemas.
Mungkin karena melihat roman wajahku
yang gusar lalu dia meneruskan ucapannya, “Ayo, aku anterin. Tinggal minta sama
pak kondekturnya, mesti dikasih ko kalau kamu yang minta. Hahhaa, yang tadi itu
bercanda.” Tawanya renyah. Dan lagi-lagi dia tersenyum. Senyuman manis yang
memperlihatkan lesung di pipinya. Dan
aku hanya mengangguk, membalas senyuman manisnya lalu mengikuti langkahnya.
Selepas
turun dari bus, kami langsung mencari-cari pak kondektur yang sudah terlebih
dahulu masuk ke tempat makan. Oh ya, saat ini bus kami sedang berhenti di salah
satu tempat makan di daerah Cilacap-Jawa Tengah. Jelas, untuk beristirahat
sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan lagi.
“Eh, tahu kamu ga dari tadi aku nahan
apa?” Tanyanya mengawali pembicaraan diantara kami lagi, sesaat setelah aku
meminta tiket milikku dari pak kondektur.
“Apa?” Aku malah balik tanya. Tidak
mengerti arah pembicaraannya kemana.
“Dari tadi aku nahan pipis tau...”
“Lha, itu kan kamar mandi...” Jawabku
sambil menunjuk ke arah kamar mandi di sebelah timur tempat makan ini. “Kesana
aja, aku mau ngantri makan. Keburu penuh ntar...” Lanjutku lagi.
“Ayo anter...” Rajuknya. Lalu tanpa
menunggu persetujuan dariku, dia sudah memegang bahuku dan menggiringku ke arah
kamar kecil. Aduh Bee...apa-apaan sih
ini. Manjanya kamu...
“Iiih..kamu. Kesana aja sendiri. Masa
aku anter sih?” Aku menghentikan langkahku. Karena aku mengerem mendadak, tanpa
sengaja dia malah menubruk bagian belakang badanku. Kalian tahu apa yang aku
rasakan saat itu? Detak di jantungku terasa semakin cepat. Mungkin efek yang
ditimbulkan gara-gara tubrukan tanpa unsur kesengajaan tadi. Afektor pada saraf
sensoris milikku bekerja dengan sangat cepat meneruskan impuls-impuls saraf
sampai ke otakku. Dan rangsangan yang diawali dari meisner itulah yang sekarang
membuat jantungku memompa darah lebih cepat.
“Ehm, gak mau. Pengen dianter. Ntar
kamu tungguin aku di luar.” Ucapnya. Dan aku hanya mengiyakannya, speechless.
Tidak tahu mesti berbuat dan berkata apa.
Beberapa menit kemudian. Aku dan dia
sudah duduk manis di kursi sebelah timur dari pintu masuk ke tempat makan
ini. Dengan khikmadnya kami menikmati mie instan yang akhirnya menjadi pilihan
kami. Setelah memperhitungkan dengan cepat, lebih efektif mana antara makan
nasi dengan hanya sekedar mie instan dan teh botol.
Seseorang menghampiri meja kami,
mengobrol sepersekian detik dengan Bee lalu pada akhirnya memilih duduk bersama
kami. Dari pembicaraannya dengan Bee tadi, aku tahu mereka sudah saling kenal.
Sepertinya temannya.
“Kenalin Put, teman satu kamar saya di
asrama. Namanya Er (nama yang lagi-lagi disamarkan). Anak teknik sipil.”
“Oh, iya. Putri.” Ucapku sembari
menyambut jabatan tangan Er yang sudah lebih dulu mengangkat tangannya untuk
berjabat denganku.
“Er.” Ucapnya singkat. “Kuliah dimana?”
Lanjutnya.
“Di Poltekkes Surakarta, Er. Jurusan
Fisioterapi.” Jawabku lengkap.
Tengah
malam seperti ini memang sangat cocok menikmati mie instan panas dan es teh-
sedikit tidak nyambung sih, tapi kami asyik menikmati mie instan milik
masing-masing. Biasanya, bus beristirahat sekitar 20-30 menit di tempat makan
ini. Dan sepertinya waktu kami masih lama sebelum bus kembali melanjutkan perjalanan.
Alhasil, aku sangat santai menikmati mie instan.
“Eh, ko jam segini udah sampe sini ya?”
Ucapku yang lebih mirip sebuah pernyataan daripada sebuah pertanyaan.
“Nah loh, ntar sampe Jogja jam 2 malem.”
Ucapnya.
Aku
jadi berfikir...memang iya, kalau jam
segini aja udah sampai di tempat makan ini berarti sampai Jogja sekitar jam 2
malam. Lha, ko baru kefikiran sekarang ya? Aduh Putri..bego banget sih.
Lirihku dalam hati.
“Kamu teh cewe. Mau kaya gimana di
terminal malem-malem.” Lanjutnya.
“Mmmm..gimana ntar deh.” Bingung juga
aku ditanya kaya gitu. “Mungkin nunggu matahari nongol dulu baru lanjut
perjalanan ke Solo.” Gumamku tidak yakin.
“Eh, buat apa punya temen kalo ngga
dimanfaatin.” Ucapnya dan aku hanya melongo tidak bisa mencerna dengan baik
kata-katanya barusan. Lalu dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan
handphone miliknya.
“Halo. Ini Ani (nama disamarkan juga)?
Iya, ini Bee..bisa minta tolong ngga? Nanti jam 2 malem kamu bangun
yah.................................” Bla
bla bla. Dia melanjutkan pembicaraannya di telepon dengan seorang teman
wanitanya- sepertinya sih. “Oke. Makasih yah An.” Ucapnya mengakhiri pembicaraan
di telepon. Klik.
“Put, nanti kamu ikut turun di depan
kampusku yah? Sama aku, sama Er juga. Nanti aku titipin kamu di kontrakan Ani,
temenku sama temen Er juga. Dia orang Ciamis. Dulunya satu SMA sama Er. Nanti
jam 6 pagi aku jemput kamu. Aku anterin ke terminal. Da aku ada kuliah jam 7
pagi. Kalau ga ada kuliah mah aku anterin sampe Solo.” Jelasnya panjang lebar. “Oke?” Lagi-lagi dia
membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan jempolnya. Menirukan salah satu
adegan di film LSH. Aduh Bee...aku makin terpesona deh. Mirip ko sama Hyunwoo ^^
Seperti
terhipnotis oleh setiap kata yang di ucapkannya, aku hanya melongo. Lalu
membalas, “Oke.” Kemudian aku tersenyum dan membuat lingkaran dengan jari telunjuk dan jempol
seperti apa yang tadi dia lakukan.
TO BE CONTINUED
(C) nyimakkk gan
ReplyDelete