Layakkah tingkah dan polah mereka kita beri predikat sebagai anak nakal?
Ataukah mereka sebenarnya......
Anak yang kreatif dan memiliki kecerdasan yang luar biasa namun kreatifitasnya tak sejalan dengan pemikiran dan keinginan kita.
Anak yang memiliki energi "ekstra" namun kita tidak dapat menyalurkannya dengan baik.
Anak yang memiliki ide-ide yang " tidak biasa" namun kita menganggapnya sebagai anak yang tidak bisa diatur.
Anak yang tidak bisa diam, suka berbuat ulah dan sering mengabaikan
nasihat, cukup menguras tenaga, pikiran dan waktu kita. Kita jadi sering
merasa jengkel dan senewen. Hal ini dialami oleh saya. Namun seiring
waktu berjalan, saya baru menyadari, kekesalan saya terhadap tingkah
laku anak, dikarenakan kurang bisanya saya menyelami dunia mereka dan
terlalu berharap tingkah laku mereka sejalan dengan keinginan saya.
Mari disimak beberapa cerita yang menggambarkan kepolosan, ketangguhan,
kreativitas dan ide-ide cemerlang dari seorang anak berusia 4 tahun.
Siang itu, Nuha ingin bermain ke luar, sedangkan kondisinya sedang sepi,
matahari bersinar dengan terik dan saya masih banyak pekerjaan rumah
yang harus dikerjakan. Saya berusaha memberikan pengertian padanya, tapi
Nuha tetap memaksa. Akhirnya pintu saya kunci dan tak lupa menyelot
kunci pintu yang kami taruh paling atas pintu. Lalu, kuncinya saya
gantung di atas tembok yang tak dapat terjangkau oleh anak usia 4 tahun.
Pokoknya saya anggap semua itu aman dari jangkauan Nuha. Apa yang
terjadi? Nuha memanjat meja lalu mengambil kunci yang digantung di
tembok. Menyadari kunci sudah ada di tangannya saya hanya memperhatikan
saja. Dalam hati, mana bisa anak sekecil itu bisa membuka pintu.
Lalu....Nuha memasukkan kunci ke lubangnya dan mencoba beberapa kali
memutar-mutar kunci. "Klik...." bunyi kunci terbuka. Subhanallah, bisa
juga dia, batinku dalam hati. Oke deh, kuncinya bisa terbuka, mana bisa
nuha membuka slot kunci yang kami taruh di atas. Untuk kedua kalinya aku
mengecilkan kemampuannya. Lalu, Nuha ambil kursi dan menyeret sapu. Ia
berdiri di atas kursi sambil berusaha membuka slot pintu dengan
menggunakan gagang sapu. Lama juga ia berusaha, tapi sepertinya nuha
tidak cepat berputus asa. "Klik..." suara slot pintu terdengar. Dengan
wajahnya yang bangga ia melihat ke arahku. Mimiknya menggambarkan
kepuasan diri telah berhasil menunjukan aksinya di depan mataku sendiri.
Sementara waktu, saya biarkan ia merayakan keberhasilan dirinya dengan
bermain di luar. Saya menghentikan pekerjaan yang sedang saya lakukan.
Dengan hati yang kesal dan perasaan kagum, akhirnya saya menemaninya
bermain.
"Bun, Nuha mau merapikan tempat tidur... tolong ambilkan sapu lidinya
dong...." Sambil mengangkat telunjuknya ke atas lemari baju. "Biar bunda
saja yang merapikan tempat tidur, bunda khawatir, debunya bikin kamu
batuk." Saya tidak mengindahkan omongannya dan terus menyetrika baju.
Hanya sekali saja Nuha meminta. Lalu ia lari ke belakang. Di tangannya
sudah ada sapu ijuk kemudian ia menarik kursi kecil. Mulailah Nuha naik
kursi dan menggoyang-goyangkan sapu ijuk ke arah sapu lidi yang aku
letakkan di atas lemari. Sapu lidinya akhirnya bisa dijatuhkan. Tanpa
banyak bicara, ia mulai merapikan sprei dan tempat tidur. "Bunda, tempat
tidurnya rapikan?" Nuha menarik tanganku supaya masuk ke kamar.
Hasilnya? Subhanallah, aku tidak percaya ini dilakukan oleh anak usia 4
tahun. Spreinya diatur dengan sangat rapi.
Di sebuah restoran. Kami memilih meja makan yang panjang dan dengan
beberapa kursi di dalamnya. Selesai makan, kami bergantian sholat zuhur.
Saya kebagian shift yang kedua. Saya biarkan Nuha menggeser-geser kursi
dan merapatkan kursi satu sama lain sehingga kursi berbentuk letter U.
Setelah semua kursi sudah rapat, Nuha mulai naik ke kursi dan berjalan
di atasnya. Sambil mengitari kursi yang sudah ia buat merapat, Nuha
berjalan sambil menghitung kursi yang ia injak. Saya tidak peduli dengan
pandangan orang di sekitar saya. Mungkin, sikap Nuha saat itu terlihat
kurang sopan. Namun, saya memandangnya, ia cukup kreatif menciptakan
suasana yang menyenangkan buat suasana hatinya.
Jika anda datang ke rumah saya, jangan kaget bila keadaan rumah kacau
balau. Boneka bertebaran di mana-mana, meja lipat (meja gambar) dalam
keadaan satu kaki terbuka dan satunya lagi tertutup (jadi kelihatan
miring), kursi dalam keadaan terbalik. Saat itulah, Nuha dan adiknya
sedang asyik bermain, seolah-olah mereka sedang berada di taman bermain.
Boneka-boneka mereka anggap teman-teman mereka, meja lipat seolah-olah
perosotan dan kursi terbalik adalah tangganya. Begitulah keadaan rumah
kami, hanya sebentar saja rapinya. Jika anda termasuk orang yang senang
kerapian, mungkin merasa aneh dengan pemandangan ini. Tapi begitulah,
saya biarkan mereka berekspolarasi dan memberikan kesempatan bagi mereka
untuk berimajinasi.
Masuk ke dapur saya merasakan lantai sangat licin, hampir saja saya
jatuh terpeleset. Saya melihat lantai sudah tergenang dengan minyak
goreng. Saya baru ingat, pagi tadi minyak goreng isi ulang, baru saja
saya buka dan hanya sedikit saja digunakan untuk menggoreng. Ya Ampun,
minyak goreng yang isinya 2 liter hanya tersisa sedikit. Saya langsung
teriak, "Nuhaaaaaa...... Astagfirullah aladziim, Allohu Akbar, Masya
Alloh..." mulut saya tidak berhenti-hentinya mengucapkan istighfar. Di
atas mesin cuci saya mendapati baju pergi milik adiknya penuh dengan
noda minyak bertumpukkan dengan kain lap yang kondisinya tidak berbeda.
Rasa lelah dan membayangkan empuknya tempat tidur sebagai tempat
peraduan yang nikmat, pupus sudah setelah melihat pemandangan ini. Saya
melihat wajah Nuha ketakutan dan berdiri mematung di depan jendela
kamar. Kemarahan yang sudah memuncak, berhasil aku redakan dengan
berbaring ke tempat tidur sambil terus beristighfar. Saya berusaha
berpikiran positif. Minyak goreng itu memang ditakdirkan Alloh untuk
tumpah. ".....Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak
diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak
pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" Qs. Al-An'am : 59. Mulailah hati saya
menjadi tenang. Lalu pikiran saya beralih kepada baju pergi milik Zahwa
adiknya. Mungkin, Nuha sudah berusaha bertanggung jawab membersihkan
lantai dengan kain lap, namun karena kainnya sudah penuh dengan minyak,
dia mencari bahan lainnya lalu dipilihnya baju adiknya untuk mengelap.
Masya Allah... semakin tenang diri ini. Saya bangkit dari tempat tidur
dan memandang penuh iba kepada Nuha yang sudah tertidur lelap. Dengan
perasaan ringan saya bersihkan dapur sampai bersih dan tidak licin lagi.
Bangun tidur, pelan-pelan saya dekati Nuha. "Apa yang terjadi dengan
minyak goreng bunda?" saya memeluk Nuha, agar ia tidak takut menjawab.
"Tadi Nuha pegang-pegang pakai telunjuk, terus minyak jatuh deh..."
Jawab Nuha pelan. "Ooooh begitu... tapi Nuha tahukan akibatnya, lantai
jadi licin, dan hampir saja bunda jatuh. Coba, kalau saat itu bunda
terjatuh kemudian bunda sakit bagaimana?" Nuha terdiam. Saya yakin ia
dapat mencernanya dengan baik. Mudah-mudahan jadi pelajaran baginya.
Alhamdulillah saya bisa menguasai emosi saya. Bayangkan jika saya marah
kepadanya saat itu. Saya marah karena hanya sebuah minyak yang harganya
sekitar 20 ribuan saja, namun telah menyakiti hatinya.
Orang tua juga manusia, terkadang perilaku anak yang hanya sedikit
berbuat ulah membuat orang tua menjadi naik pitam. Memarahi atau memukul
anak adalah pelampiasan yang bisa memuaskan hati kita. Tapi bagaimana
dengan kondisi psikologis anak? Ide-ide liar yang merasuki pikiran anak
akan padam dengan kemarahan kita. Otak mereka yang melahirkan daya
imajinasi dan kreatifitas tidak dapat dioptimalkan jika kita tidak
berusaha memahami dan menyelami dunia mereka. Lihatnya bagaimana ide-ide
dan kreatifitas mereka, masih layakkah mereka kita beri predikat
sebagai anak nakal?
0 Response to "Anak Nakal Atau Banyak Akal ?"
Post a Comment
Komenan Di Blog Coretan Saya Sudah Memakai System backlink jadi Kalau Mau Komen Pilih Nama/URL saja biar Berbagi Back link